Indonesia Search Engine

Friday, September 30, 2011

KETURUNAN BANTEN

Cerita menarik tentang Kesultanan Banten belum lengkap bila tidak menceritakan riwayat Pangeran Astapati yang sakti mandraguna. Pangeran ini tidak dimakam di kompleks pemakaman raja-raja di serambi Mesjid Agung Banten, tetapi berada di pemakaman keluarga di Kampung Odel, Desa Kasemen, Serang.
            Siapa sebenarnya Pangeran Astapati? Menurut catatan Babad Banten, Pangeran Astapati adalah salah satu pengikut setia Sultan Muhammad Arif Zainal Asikin yang memerintah tahun 1743-1773. Nama aslinya sebenarnya Wira Suta. Konon sebelum dinobatkan sebagai seorang pangeran dengan gelar yang sesuai sepak terjangnya adalah pelarian dari “Negeri Sejuta Pantangan” Baduy. Suta keluar dari tatanan adat Kenekes karena ingin mencari pengalaman di dunia lain.
            Awalnya pemuda yang bertubuh kekar itu bekerja di lingkungan keraton sebagai pelihara kuda-kuda istana. Karena rajin, dia diperbolehkan belajar seni bela diri dan keprajuritan. Hasilnya ternyata tidak mengecewakan pelatihnya. Dari  keberanian dan ketangkasan yang diperlihatkan pemuda ini kemudian diberi nama tambahan Wira di depan namanya. Dia juga dikenal di kalangan keraton dan akrab bergaul dengan siapa saja. Setelah menguasai ilmu bela diri karirnya cepat menanjak dan nasibnya mulai berubah. Lalu dia diberi kepercayaan memimpin pasukan perang.
            Ketika terjadi pertempuran antara Banten dengan Lampung, setiap lawan yang berhasil dipegang tangannya hangus terbakar. Lalu Sultan Banten memberi gelar pemuda ini Pangeran Astapati. Dan atas jasa-jasanya pada masa itu pemuda Suta dijodohkan dengan salah seorang puteri Sultan yang cantik. Dari hasil perkawinannya lahir anak pertama yang diberi nama Djajadiningrat. Dari keturunan keluarga ini kemudian menghasilkan tokoh-tokoh teknokrat dan birokrat ternama.
            Di sekitar makam pangeran yang sakti mandraguna bergelar Pangeran Astapati Parahyangan Perpati Sultan yang wafat tahun 1773, terdapat pula makam keturunannya. Kompleks makam yang dinamakan Mulya Srama itu antara lain terdapat nama seperti R.Temenggung Djajadiningrat (25 Juli 1890), R.Hasan Djajadiningrat (30 Desember 1920), R.Adipati Sutraningrat (3 Juli 1890), Profesor Sindian Isa Djajadiningrat (27 April 1968), RAA Hilman Djajadiningrat (25 November 1963) dan R.Tjakradiningrat (9 Juli 1888). Nama yang terakhir adalah kakek HMA Sampurna (alm) mantan Wagub Jawa Barat dan pernah menjabat sebagai Bupati Serang ke-27.
            Makam-makam kuno yang banyak tersebar di sekitar Kecamatan Kasemen dan cukup jauh dari kompleks keraton bukan karena yang bersangkutan tidak diterima di pemakamanan keluarga istana. Tetapi karena pesan si mati ketika masih hidup ingin dimakamkan di tempat tertentu. Seperti Sultan Maulana Yusuf yang bergelar Panembahan Pakalangan Gede (1580) dimakamkan di tengah sawah. Raja ini berjasa membangun pertanian dengan sistem irigasi hingga rakyat waktu itu hidup makmur dan sejahtera.
Disamping berhasil membangun bendung dan saluran irigasi, Sultan kedua ini juga berjasa dalam mengatur penyebaran penduduk dengan membangun kampung-kampung yang kemudian berubah menjadi kota.
Demikian pula dengan Pangeran Mandalika, putera Sultan Hasanuddin dari selir yang makamnya berada di Kampung Kroya, Desa Banten. Kemudian Pangeran Mas, seorang pangeran yang berasal dari Demak yang makamnya berada di Pangkalan Nangka


Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

berita nusantara

ShareThis

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...